Jumat, 30 Oktober 2015

Batas Waktu Penyampaian Surat Perintah Penangkapan

Dalam Putusan Nomor 3/PUU/XI/2013 tanggal 30 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi telah memberikan batas waktu penyampaian Surat Perintah Penangkapan kepada keluarga tersangka (pasal 18 ayat 3 KUHAP)  yaitu tidak lebih dari 7 (tujuh) hari. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum. Berikut beberapa pertimbangan MK dalam putusannya :

"walaupun seorang warga negara telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun telah ditangkap karena suatu perbuatan tindak pidana, namun warga negara tersebut tetap memiliki hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 45. Seorang warga negara yang ditangkap kemudian ditahan oleh penyidik yang berwenang, memiliki kepentingan untuk menyiapkan segala jenis pembelaan dan perlindungan hukum. Sangatlah penting bagi pihak tersangka untuk mengetahui keberadaan tersangka serta alasan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka dalam waktu sesingkat mungkin untuk mempersiapkan segala bentuk perlindungan hukum bagi tersangka. Hal ini dijamin oleh UUD 45. Menurut hukum acara pidana, setiap tersangka memiliki hak-hak yang diatur dalam pasal 50 sampai dengan pasal 68 KUHAP yang diantaranya hak untuk segera diperiksa, diajukan ke Pengadilan dan diadili, hak untuk mendapatkan bantuan hukum serta hak untuk memilih sendiri penasehat hukum/advokat. Pemberitahuan kepada pihak keluarga tersangka adalah penting dan mendesak, salah satunya adalah dimaksudkan untuk mendukung tegaknya hak-hak tersebut. Lagipula, dengan pemberitahuan yang segera kepada keluarga tersangka, dapatlah diperoleh kepastian apakah yang bersangkutan ditahan, diculik atau hilang".


Bahwa menurut hukum acara pidana segala upaya paksa yang dilakukan dalam penyidikan maupun penuntutan oleh lembaga yang berwenang dapat dikontrol melalui lembaga praperadilan. Hal ini diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP. Dalam ketentuan tersebut, tersangka memiliki hak untuk mengajukan praperadilan terhadap pelanggaran tertentu yang dilakukan oleh pihak penyidik dalam proses penyidikan, yang di dalamnya termasuk penangkapan dan penahanan. Apabila ketentuan yang dipermasalahkan tidak memiliki rumusan yang jelas maka hal tersebut menjadi permasalahan norma, bukan lagi hanya permasalahan pelanggaran dalam implementasi norma. Berdasarkan hal tersebut, menurut Mahkamah, Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak memenuhi asas kepastian hukum yang adil karena dalam pelaksanaan menimbulkan penafsiran yang berbeda. Penafsiran yang berbeda oleh para penegak hukum selanjutnya dapat menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap tersangka, sehingga menurut Mahkamah, dalil permohonan Pemohon beralasan menurut hukum, namun demikian, apabila ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat maka justru dapat menghilangkan kewajiban penyidik untuk menyampaikan salinan surat perintah penangkapan tersebut, sehingga justru menimbulkan pelanggaran terhadap asas perlindungan hukum dan kepastian hukum. Oleh karena itu, demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menafsirkan mengenai frasa “segera” pada ketentuan Pasal 18 ayat (3) KUHAP

Tidak ada komentar: