Rabu, 28 Oktober 2015

kembali pulang

Jailolo, hujan menyapa begitu aku tiba. Dewi hujan seperti paham bahwa aku merindu hujan. Kemarin saat sore tiba di rhum dhufa-dhufa, hujan turun deras, dan aku menikmati butirannya jatuh ke wajahku.
Ini kali pertama aku ke jailolo, Halmahera Barat. Naik speed yang lengang tanpa penumpang, perjalanan kami tempuh hampir satu jam. Lumayan ganas ombaknya....kunjungan pertama ini untuk urusan kasus, korban kesewenang-wenangan polisi...akh polisi, lagi-lagi polisi berulah. Aparat hukum satu ini tak pernah berusaha memperbaiki kinerja sebagai pelindung masyarakat.
Udara dingin Jailolo, begitu menyejukan...peluh dan kegerahan yang dibawa dari ternate, menguap diperjalanan. Tak jauh dari pelabuhan, sebuah Masjid besar dengan warna nyentrik tapi modern, berdiri megah. MESJID SIGI LAMO Jailolo, itulah namanya. Artinya adalah mesjid (sigi) besar (lamo). Masjid baru hasil pemerintahan pak bupati, kata para pegawai yang bekerja di Jailolo.
Para pegawai di jailolo ini umumnya adalah penduduk kota Ternate, yang setiap hari bolak balik Ternate-Jailolo, menghabiskan hampir dua jam perjalanan selama 5 hari kerja.
Setelah bertemu calon klien, menyelesaikan segala administrasi hukum, kami harus kembali ke ternate. Tak boleh berangkat malam, begitu pendapat semua orang tentang perjalanan menggunakan speed. Speed yang tadinya lengang, kini kelebihan penumpang. Aku mengambil tempat dibelakang, duduk menghadap laut, menikmati Jailolo yang dalam perjalanan pulangku perlahan ditutupi kabut tipis, hingga terlihat samar.
Laut terbelah badan speed yang melaju, buihnya bergolak indah dibelakang, percikan airnya membasahi wajah dan tanganku. Aku menikmatinya, aku menyukai air. Saat wajah terbasuh air, saat itulah aku menitip airmata. Menumpahkan segala masalah. Ia meluruhkan segala ego ku.....
Kami kecil ditengah luasnya laut. air laut biru, pertanda lautnya dalam. Aku berandai-andai speed kami terbalik, entah bagaimana nasib kami. kacamata renang yang ku bawa tak akan mampu menolongku, begitu juga bukit (atau gunung) yang kami lewati, tak akan bisa dijangkau dengan berenang. Apalagi kemampuan renangku dibawa standar.  Panik akan kedalaman menyebabkan aku tak leluasa menikmati keindahan bawa laut berlama-lama setiap kali mandi laut.
Beberapa perahu nelayan kami lewati, gelombangnya mengayun perahu-perahu itu. Sesekali ikan terbang berkelompok mengejar speed kami, seperti sedang berlomba. Akhh...menyenangkan betul perjalanan ini. Hanya saja aku tak bisa menikmatinya denganmu. Karena kita bukan kanak-kanak, karena kita bukan sandal jepit yang harus selalu berjalan bersama. Kesibukan kita berbeda, mimpi kita akan masa depan pun berbeda, walau semuanya sederhana. Ya, terjalani lah hidup yang kita punya saat ini. Aku selalu mencintaimu dan berkhayal menjelajah pulau-pulau halmahera berdua denganmu, seperti yang pernah kita obrolkan dulu, saat masa-masa romantis masih kita jalani.

Tidak ada komentar: